Blogger Widgets

Jumat, 05 Juni 2015

Penerbitan Antologi Inspiratif, tema: MY PASSION

Program Penerbitan Antologi Kisah Inspiratif
(Antologi Surabaya Tiga)
Tema: My Passion
Bukan hanya penulis yang bisa menulis. Bukan hanya mereka yang beralmamater sastra yang bisa menulis. Apa buktinya?
Indra Sjafri (mantan pelatih timnas sepakbola U-19) menulis buku. Mario Teguh (motivator) juga menulis buku. Almarhum Profesor Hembing Wijayakusuma (ahli pengobatan tradisional) juga menulis buku.
Jadi apapun aktivitas/profesi yang dijalani manusia, baik itu yang menghasilkan materi maupun tidak, dia bisa menulis. Apalagi jika aktivitas yang ditekuni itu dianggap merupakan panggilan jiwanya, sesuai dengan karakter atau jati dirinya (passion), tentu akan sangat banyak pengalaman, ilmu, juga harapan yang bisa menjadi inspirasi untuk banyak orang jika dituangkan dalam bentuk tulisan.
Nah, apakah anda tertarik untuk menjadi seorang inspirator dengan berbagi pengalaman, ilmu dan juga harapan tentang aktivitas yang menjadi passion anda saat ini?
Dalam rangka memperingati miladnya yang ketiga, Forum Aktif Menulis Indonesia Cabang Surabaya mengajak anda untuk berbagi pengalaman inspiratif anda selama menekuni sesuatu yang menjadi panggilan jiwa anda dalam Program Penerbitan Buku Antologi Kisah Inspiratif dengan tema “My Passion”. Diharapkan buku ini dapat membuka kesadaran bahwa menulis bisa dilakukan siapapun, dari latar belakang pendidikan apapun dan dengan profesi apapun, selama diniatkan untuk berbagi kemaslahatan untuk umat manusia.
Adapun ketentuan mengenai naskah yang diterima dan diterbitkan dalam Program Penerbitan Buku Antologi Kisah Inspiratif bertema “My Passion” ini adalah sebagai berikut:
1. Penulis adalah anggota Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia yang mengantongi Nomor Id keanggotan FAM Indonesia, maupun non-anggota.
2. Isi naskah adalah berupa kisah/pengalaman nyata penulis yang sesuai tema, bukan cerita fiktif.
3. Naskah harus asli karya sendiri, bukan jiplakan atau terjemahan, belum pernah diterbitkan, dan tidak sedang diikutsertakan pada event lomba menulis dimanapun (dinyatakan dalam surat pernyataan yang tertulis di badan-email).
4. Isi naskah 3 - 4 halaman.
5. Naskah ditulis/diketik dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
6. Tulisan diketik rapi di kertas A4, spasi 1,5, font Times New Roman 12.
7. Menuliskan Biodata (ditulis dalam bentuk narasi) disertai foto diri di lembar terakhir naskah.
8. Naskah dikirim via email ke: fam.surabaya@gmail.com, selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 2015.
9. Naskah yang diikutsertakan dalam antologi ini menjadi milik panitia (hak cipta tetap pada penulis).
10. Buku antologi kisah inspiratif bertema “My Passion” ini maksimal akan memuat 25 kisah karya 25 penulis.
Keterangan tambahan:
1. Biaya penerbitan buku antologi ini ditanggung bersama-sama, masing-masing penulis menginfakkan biaya Rp. 85 ribu (berlaku untuk anggota FAM Indonesia maupun non anggota). Infak ditransfer setelah karya dinyatakan lolos seleksi untuk diterbitkan ke: ALIYAH NURLAELLA, BNI Cabang Kediri, Nomor Rekening: 0257598722, atau BRI CABANG MALANG UNIT KESAMBON, NO. REK: 6370-01-003143-53-3. Jika telah mengirim biaya registrasi, konfirmasi ke nomor Hp. 081 259 821 511. Batas waktu pengiriman biaya adalah 9 Agustus 2015.
2. Biaya tersebut akan digunakan untuk proses cetak buku, meliputi pembuatan kover, layout halaman isi, pengurusan ISBN, dan biaya kirim buku ke alamat masing-masing penulis.
3. Masing-masing penulis akan mendapat 1 (satu) buku antologi sebagai tanda penerbitan. Bila penulis ingin memiliki buku dalam jumlah lebih, maka dapat membelinya kepada FAM Indonesia.
4. Buku dicetak dalam jumlah terbatas yang diniatkan untuk memotivasi anggota FAM Indonesia aktif menulis dan berkarya.
5. Demikian informasi ini kami sampaikan, hal-hal yang kurang jelas dapat ditanyakan kepada panitia penerbitan lewat email: fam.surabaya@gmail.com atau lewat sms/call ke nomor 085732221923.
AYO JADIKAN PASSION ANDA SEBAGAI INSPIRASI UNTUK UMAT MANUSIA!

Selasa, 24 Februari 2015

Cerpen 'Falday' (Juara 3 lomba menulis dalam launching buku antologi ‘Kelingking Persahabatan’)

Falday


Oleh: Kamila Wahyuna Hardina

SD Muhammadiyah 4 Surabaya

            Kulirik kalender yang terpasang di dinding rumahku. Seketika, aku teringat sesuatu. Aku kembali melihat kalender itu, dan memfokuskan mataku pada tanggal 14 Februari 2015. Aha! Aku teringat sesuatu! Ini kan hari valentine yaitu hari kasih sayang dimana orang-orang akan memberikan hadiah special untuk pasangannya. Tapi aku tahu dalam islam merayakan dan mengucapkan valentine pada seseorang haram hukumnya karena itu sama saja seperti syirik. Padahal  seharusnya hari kasih sayang diberikan setiap hari kepada semua orang agar menjalin tali silaturahim yang erat.
            Aku kembali melihat kalender. Tahun ini tanggal 14 Februari 2015 jatuh pada hari Sabtu. Seperti tahun lalu, saat hari valentine day atau Valday biasanya aku ganti nama itu dengan nama family day atau falday. Jadi di hari itu aku dan keluargaku akan selalu menikmati kegiatan bersama-sama. Apalagi kalau memiliki keluarga sibuk seperti aku pasti menikmati kegiatan bersama keluarga sangat menyenangkan.
            Untuk tahun ini di hari Falday aku ingin memberikan sesuatu yang special untuk Ayah dan Mamaku. Kulihat dari ruang tamu sepertinya mama sedang berbincang-bincang dengan ayah yang akan mengantarkan aku dan adikku ke sekolah. Tiba-tiba panggilan Ayah yang memanggilku dan adik membuyarkan apa yang kupikirkan dan mengingatkanku bahwa aku harus segera berangkat ke sekolah karena hari ini sedang di adakan Ujian praktek musik. “Lita.. Nasywaa, ayo segera berangkat jangan sampai telat..” Begitulah ayah memanggilku dan adik dari teras.
            “Iya ayah.. Ini Lita juga udah selesai kok,” sahutku sambil menuju ke teras, disusul oleh adik. Sesampai di teras,  ternyata ayah sudah berada di dalam mobil untuk memanaskan mesin mobil. Tanpa membuang waktu, aku dan Nasywaa langsung masuk ke dalam mobil. Tapi sebelum itu aku salim dulu kepada mamaku, dan mama membalasnya dengan ucapan. “Hati-hati di jalan ya nak, semoga berkah. Untuk Lita,  semoga Ujian musiknya lancar dan kelompokmu menjadi pemenang,” kata mama dengan suara lembutnya.
             “Iya Mama, terimakasih. Mama juga hati-hati ya nanti saat kerja,”ucapku. Kebetulan mamaku ini bukan Ibu rumah tangga.  Tetapi ia adalah seorang perawat anak atau suster yang merawat anak-anak. “Assalamualaikum mama,” kataku, Nasywaa dan Ayah. “Waalaikumsalam,” jawab mamaku.
            Di perjalanan menuju sekolah aku memilih untuk diam seribu bahasa. Sebenarnya ada tiga sebab yang membuatku seperti ini.  Pertama, aku masih bingung harus memberi hadiah apa untuk ayah dan mama di hari falday ini. Yang kedua aku masih gugup untuk ujian musik yang berupa festival. Apalagi aku yang menjadi vocal. Akulah yang menyanyi diiringi alat musik recorder, piano, tamborin dan pianika. Teman-teman sekelompokku sendiri. Apalagi nanti kelompokku belum siap dan yang ketiga akulah ketua yang bertanggung jawab untuk kelompokku.
            Sesampainya di sekolah..
Aku sampai di sekolah dan segera menuju ke tempat ujian musik bersama teman-teman yang sekelompok denganku. Ada Elmira, Dylan, Haqi, Teddy, Naya, Najima, Triska, Fathan dan Ikhwan. Kelompok kami memakai aksesoris topi ambon yang kami buat sendiri. Karena nanti kelompok kami akan membawakan lagu Merindukan Amboina.
            Setelah satu jam terlewat, dan dimana masa-masa penampilan kelompokku terlewati. Sekarang waktunya pengumuman. Dan ternyata kelompokkulah yang menjadi pemenang juara 1. Aku sangat bangga sekarang aku sudah menemukan hadiah untuk papa, mamaku. Akan kuceritakan di rumah sepulang dari sekolah. Tahun ini adalah falday yang berkesan aku senang sekali dengan hadiah yang kuberikan untuk papa, mamaku tidak berupa benda memang. Tapi sebuah penghargaan yang di dapatkan anaknya.

Tamat

Rabu, 21 Januari 2015

Cerpen: Aku Sayang Ibuku. Karya: Adeliagitta (siswi kelas 5C SD Roudhotul Jannah, Pepelegi Sidoarjo)

Aku Sayang Ibuku
Karya: Adeliagitta (siswi kelas 5C SD Roudhotul Jannah, Pepelegi Sidoarjo)
Aku ngambek. Karena ibuku membelikan adikku mainan. Tapi aku tidak. “Huh!” aku mendengus kesal. “Ini semua gara-gara ibu.” Aku lalu mengunci diri di dalam kamar. Lalu terdengar suara robot-robotan baru Dani, adikku. Aku pun terpaksa keluar kamar dan bertanya pada ibu.
“Bu, kok aku tidak dibelikan mainan juga sih? Ibu sudah tidak sayang Aira!” teriakku begitu melihat ibu di depan mataku.
“Aira. Bukannya Ibu tidak sayang Aira, tapi Aira tahu kan ini hari apa?”
Mendengar itu, aku langsung membalikkan badan kembali menuju kamar. GUBRAK!!! Pintu kamarku terdengar kencang.
Aku merebahkan diri di ranjangku. Tiba-tiba, aku mulai memasuki mimpi indahku. Cukup lama juga aku menikmatinya hingga aku merasa disenggol-senggol dengan lembut. Dan terdengar suara seseorang yang sedang aku musuhi.
“Kak Aira. Kak Aira, ayo bangun!” ucap Dani.
“Hah, ngapain kamu masuk ke kamar Kak Aira?” tanyaku marah.
“Dani cuma mau bangunin Kak Aira,”  jawab Dani agak takut.
“Keluar! Cepat keluar!” bentakku.
Dani pun langsung meninggalkanku. “Huaaaa..... huaaaaaaa....”
“Huh, itu pasti suara tangis Dani,” kataku makin marah.
Namun tiba-tiba terdengar ucapan, “Kenapa di hari ulang tahunku ini aku menjadi sial?”
“Hah? Itu tadi suara siapa? Seperti suara Dani?”
Mendadak mataku melihat ke arah sebuah hadiah yang sudah aku siapkan untuk Dani di atas lemari.
“Ha? Bukankah hari ini Dani ulang tahun? Oooh... sekarang aku tahu kenapa ibu memberi Dani hadiah. Pasti karena Dani ulang tahun.”
Aku keluar kamar sambil membawa hadiah untuk Dani. Lalu aku pergi mencarinya. Ternyata Dani ada di teras rumah.
“Happy birthday Dani!” teriakku.
Wajah Dani yang tadinya marah berubah menjadi senang.
“Terima kasih Kak Aira,” ucap Dani.
Setelah memberi Dani hadiah, aku menuju ibuku.
“Bu, Aira minta maaf ya.”
“Iya, tak apa-apa kok,” jawab ibu.
Aku dan ibu berpelukan. Yang paling lucu, saat aku dan ibu berpelukan, Dani memotret aku dan ibu.
“Daniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii !!!”


Feature: Secangkir Cinta Untuk Ibu (Hanum Hiyanumz)

Feature:
Secangkir Cinta Untuk Ibu
Hanum Hiyanumz
                Titik-titik hujan jatuh bergantian, terpelanting ketanah menimbulkan cipratan kecil. Langkah itu tetap tegap menjejak, membawa raga tanpa kenal lelah. Senyum tetap menyungging membentuk lesung pipit walau tubuh terasa payah. Membagi ilmu dengan tulus. Menuangkan air kesejukan pada yang haus akan ilmu. Gersangnya jiwa bisa terbasahi oleh tutur lembut darinya. Beliau adalah ibuku.

            Guru, adalah profesi ibu selama kurang lebih sebelas tahun lamanya. Di sebuah sekolah sederhana ala ‘laskar pelangi’. Sekolah islam yang mau menampung murid-murid yang berlatar belakang kekurangan dalam hal ekonomi. Sekolah yang mau menampung murid-murid yang hampir putus sekolah, yang semangat sekolahnya kurang. Mungkin sebagian besar orang memandang sekolah itu adalah perkumpulan sekolah anak-anak nakal yang tak bisa menggambarkan masa depannya. Namun dari cerita ibuku, sekolah itu adalah sekolah yang penuh perjuangan. Mereka yang kekurangan ekonomi namun semangat sekolahnya masih ada bisa membayar spp semampunya dan juga bisa bekerja sambil bersekolah.

                Jarak antara rumah ke sekolah cukup jauh, berkisar 11 Km. Namun ibu tetap menekuni profesi itu dengan semangat, meski gajinya terkadang tidak pasti. Meski juga harus pintar membagi waktu antara menjadi guru dan menjadi ibu rumah tangga, mengurus tiga adikku. Seringkali kusarankan untuk mendaftar guru di sekolah negeri atau di sekolah lain yang gajinya pasti. Namun ibu menolak. Kata Ibu jika kita melakukan pekerjaan dengan mengharap pahala, hidupnya lebih berkah. “Kita bukan orang yang berlimpah secara financial, jika kita tidak bisa membantu orang dengan harta kita, kita masih bisa membantu dengan yang lain, seperti ilmu yang kita bagi,” begitu kata Ibu.
                Aku menyaksikan sendiri bagaimana ibu berjuang mengajar di sekolah itu. Sekolah yang bangunannya pernah tenggelam akibat luapan lumpur Lapindo itu kini berpindah di suatu daerah yang berkelok-kelok jalannya, masuk ke dalam suatu desa dan bangunannya kini kecil seperti sebuah lembaga bimbingan belajar. Terkadang, jika ibu sedang berhemat, ibu pun berjalan kaki  hingga keluar jalan raya yang jaraknya lumayan jauh. Hujan, kemarau, apapun musimnya tak menyurutkan beliau untuk berangkat mengajar.
                Ibuku adalah sosok tangguh yang pernah kukenal. Selain mengajar, beliau juga ibu rumah tangga yang tangguh. Dahulu sebelum berprofesi sebagai seorang guru, ibuku adalah seorang ibu rumah tangga. Dan ketika kondisi rumah tangga kami sedang turun, ketika ayah sempat susah mencari pekerjaan, ibu berjualan gorengan keliling. Aku saat itu malu untuk ikut membantu. Lalu selain berjualan gorengan,ibu juga memberi les privat untuk anak sekolah. Banyak yang senang jika diajar oleh ibuku. Selain pejuang yang tangguh, ibu juga sosok yang cerdas dan lembut. Sampai ibu pernah juga memberikan les privat pada seorang anak SLB. Murid-muridnya senang bercurhat ria pada ibu.

                Entah, apa aku bisa menjadi sosok yang sekuat beliau. Aku yang cenderung mudah putus asa dan mengambil sikap yang simple di setiap permasalahan. Aku memang bukan sosok yang tangguh dan cenderung pengeluh. Namun, dari ibu aku belajar untuk selalu menikmati hidup dan memberikan manfaat, apapun dan bagaimana pun keadaannya. Thanks ibu, secangkir cinta untukmu kupersembahkan di setiap doaku.