Blogger Widgets

Jumat, 07 Februari 2014

[Cerpen Tema "Save Our KBS"]: Zoo of Death karya Hanum Anggraini Azkawati


“Hei Rin,” suara Vanessa mengagetkan Ririn yang tengah sibuk menekuni laptopnya.
“Ono opo toh? Kowe iku ngaget-ngageti wae!”
Ririn membelalakan mata sambil mengelus-elus dadanya, kaget. 
“Aduh, please deh. Aku ‘kan sudah bilang sama kamu, jangan pakai bahasa Jawa kalau ngomong sama aku. Aku nggak ngerti, beneran deh!”
Vanessa menggeleng-gelengkan kepalanya. Gadis tomboy berkulit putih itu adalah saudara sepupu Ririn dari Jakarta.
“Hehe, iya deh, sepurane.. eh, maaf ya, kebiasaan sih,” ujar Ririn menahan tawa melihat ekspresi Vanessa yang sedang menggaruk-garuk kepala.
“Eh, ngomong-ngomong kamu  lagi apa sih? Kok kayaknya serius banget?”
Vanessa ikut duduk di sebelah Ririn, sekarang mereka sama-sama memandangi laptop dengan 2 kebingungan yang berbeda, Ririn bingung harus menulis apa, sementara Vanessa bingung karena layar yang selama setengah jam di ‘pelototi’ Ririn ternyata masih putih bersih.
“Sebenarnya kamu mau nulis apa sih beb?” tanya Vanessa.
“Ini nih, aku kan dapet tuga nulis artikel di FAM,” jawab Ririn singkat.
“FAM? Apa’an tuh?” Vanessa mengernyitkan dahi.
“Itu lho, Forum Aktif Menulis, semacam perkumpulan para penulis-penulis gitu, baik yang pemula maupu n yang udah mahir,” jelas Ririn.
“Ooh, jadi dibimbing menulis gitu?” tanya Vanessa lagi.
“Ya gitu dhe,” Ririn menjawab singkat lagi, saudaranya memang keppo.
“Terus, apanya yang sulit? Bukannya kamu dulu ketua mading ya waktu SMA? Seharusnya kan soal tulis menulis bukan hal sulit,” sahut Vanessa polos.
 “Waduh, memangnya penulis nggak butuh mikir apa buat cari inspirasi? Dan sekarang pikiranku tambah buntu kalau kamu nanya melulu!” Ririn berkata sewot.
Idiih, jangan marah gitu donk, aku kan cuma berusaha bantu. Oh iya, meskipun aku bukan penulis, aku seorang desain grafis, tapi kan sama-sama butuh inspirasi, dan menurut aku, inspirasi itu seperti buang air besar, nggak bisa di paksa-paksa keluar cepet-cepet, harus pelan-pelan dan sabar.. Hehehe,” Vanessa terbahak.
Idih, sumpah, nggak sopan!” Ririn sewot.
“Aduh, maaf deh. Yasudah, makanya kamu sekarang tutup laptopnya, ngobrol-ngobrol sambil nyamil chiki sama aku, biar nggak tambah pusing. Masak ada saudara jauh datang kamu malah asyik sendiri,” Vanessa berkata sambil mengeluarkan banyak snack dari tasnya. Ririn menelan ludah, langsung menutup laptopnya dan mengambil salah satu bungkus snack di dekat Vanessa. Mereka pun memakan snack-snack itu bersama-sama.
“Eh, Rin, boleh tanya nggak, tugas dari FAM itu tentang apa?”Vanessa berkata hati-hati, takut Ririn terganggu dengan sikap banyak ingin tahunya.
“Ehm, tentang Kebun Binatang Surabaya,”jawab Ririn sambil menuangkan air sirup ke dalam gelasnya.
“Oh, yang lagi marak diberitakan itu?”
“Iya Ness, tapi aku bingung mau nulis apa. Aku sendiri juga nggak seberapa suka dengan kebun binatang. Terakhir aku ke sana itu sekitar berapa tahun yang lalu gitu, waktu aku masih SD.”
“Terus?”
“Ya, maka dari itu aku bingung, apa yang penting juga dengan Kebun Binatang Surabaya? Hanya hewan-hewan yang dikandangin. Terus, kalaupun banyak yang mati, tinggal cari aja lagi di hutan, mungkin hewan-hewannya sudah pada tua kali, jadi pada mati.”
“Eh, kamu nggak boleh gitu Rin, biar bagaimanapun juga, KBS itu kan icon kota Surabaya. Seperti Monas, icon kota Jakarta. Kamu nggak lihat berita ya? Ada singa yang namanya Michael gantung diri di KBS? Itu sudah jadi berita internasional lho!”
“Masak sih? Nggak mungkin Singa bisa bunuh diri, anak kecil juga tahu kalo hewan nggak mungkin melakukan itu!”
“Nah, itu dia. Diperkirakan itu ada unsur kesengajaan. Belum lagi, dalam 3 bulan, ada sekitar 30 hewan mati di KBS. Ada yang karena kelaparan, ada yang karena kebanyakan makan yang mengandung formalin, dan, pokoknya banyak deh. Dan parahnya, ada jarum suntik tiba-tiba ditemukan di dekat kandang hewan. Benar-benar memprihatinkan.”
“Wah, parah ya. Aku  orang Surabaya sendiri kok nggak tahu ya?”
“Wah, wah, parah loe! Makanya jangan kebanyakan nonton FTV melulu, sering-sering nonton tontonan yang bergizi donk, berita kek, pengetahuan kek.”
“Iya deh, princes keppooooo…. Trus, berita apa lagi tentang KBS?”
“Nah, itu dia,katanya sih, KBS mau dialihfungsikan. Lokasinya mau dijadikan hotel atau mall, atau apa kek gitu, pokoknya KBSnya mau ditiadakan. Emang kamu mau nggak punya icon kebanggaan di kotamu?”
“Waduh, jangan donk! Trus, salah siapa itu? Trus, kita sebagai masyarakat biasa, bisa apa?”
“Hem, kalau mau salah-salahan, aku sendiri juga nggak tahu ya salah siapa. Hanya Tuhan yang tahu, Rin. Yang jelas, petugas di KBS seharusnya lebih intens lagi merawat hewan-hewan dengan penuh dedikasi. Jangan sampai hewan-hewan punah, karena hewan selain asset manusia, juga merupakan amanah dari Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi.  Kalau kita sebagai masyarakat biasa, yang bisa kita lakukan adalah peduli, Rin. Peduli bisa diwujudkan dengan berbagai macam yang kita bisa. Seperti mengunjungi KBS, menyuarakan kepedulian kita lewat tulisan yang dipublikasikan, atau banyak lagi deh. Kita jadi rakyat harus kritis, jangan apatis.”
“Hem, ya, betul betul betul.”
“Sekarang KBS sedang di sorot oleh dunia internasional. Mendapat julukan sebagai Zoo of  Death.”
“Kebun binatang kematian? Wah parah. Ini nggak bisa dibiarkan, mencoreng muka bangsa kita. Disangkanya Surabaya nggak becus merawat hewan.”
“Sudahlah, makanya, dimulai dari diri kita sendiri, mulai berusaha belajar kritis dan peduli dengan lingkungan.”
“Betul Ness! Aha! Sekarang aku ad aide buat tulisanku untuk tugas FAM tentang Save Our KBS!”
            Ririn menghampiri laptopnya, dinyalakan laptop kesayangannya itu. Lalu mulai mengetik dengan ide yang baru saja didapatnya itu. Sementara Vanessa tersenyum geli melihat mimik muka serius saudara sepupunya yang bertubuh gemuk bulat itu, pipinya semakin tembem ketika sedang serius.
“Ririn.. Ririn..” Vanessa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.


Tulisan Ririn :

Puisi Jerit Hati
Karya Ririn Indah Sheilamanya

Dunia kami, itu juga duniamu
Duniamu, mungkin juga dunia kami
Kita hidup dalam satu  rotasi yang sama
Kita hidup dalam satu pijakan yang sama..
Lalu mengapa kau tega menjadikan kami korban?
Satu per satu dari kami tumbang oleh tangan yang penuh nafsu keserakahan
Satu per satu dari kami tumbang karena keapatisan
Kami juga ingin hidup,
Kami juga ingin cinta
Sudah cukup kami rela berpisah dengan habitat kami
Terkurung dalam  jeruji besi demi menebar kebahagiaan
Namun rupanya itu belum cukup
Kami juga punya perasaan,
Namun kami tak tahu caranya menangis,
Kami hanya hewan yang tak dapat  dipahami ucapannya
Mari sejenak kita saling bicara dengan bahasa kalbu
Dengarkan jerit pilu kami,
Atau maukah kau dengarkan jerit kami nanti di alam sana?
Setelah kau menyusul teman-teman kami yang sudah terbang ke surga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar