Blogger Widgets

Jumat, 07 Februari 2014

[Cerpen Tema "Save Our KBS"]:Ketika Harta di Hati karya Noevil Tragar



Kursi tua terus bergoyang. Seorang wanita yang tak lagi muda duduk santai di atasnya. Dinginnya malam membuat wanita itu kedinginan. Di sayupnya malam kadang terdengar batuk kecil dan suara kursi yang sedang menangis layaknya anak kecil, senantiasa menemaninya yang sedang menunggu anaknya tepat di depan teras yang gelap gulita. Jangankan bola lampu, dammar pun tidak menampakkan dirinya di rumah ini. Terdengar juga suara seseorang yang membawa setumpuk gorengan melewati depan rumahnya. Orang pembawa gorengan itu mempercepat langkahnya saat melewati rumah wanita tua itu, karena suasananya yang gelap gulita membuatnya takut. Wanita tua hanya bisa menangis dan berdoa kepadaNya didinginnya malam ini.
Penantian yang tak berujung, seperti itulah sebuah kalimat yang pas untuk wanita tua ini. Berharap anak semata wayangnya yang sedang hamil kembali untuk menemani malam-malamnya yang sepi. Bukan hanya malam hari, saat matahari membakar punggungnya pun tak ada satu pun orang yang memedulikannya. Padahal hampir setiap hari orang-orang menjenguk wanita tua ini, hanya untuk sekedar melihat penderitaannya dan ada beberapa yang berbaik hati mengantarkan makanan.
Ke mana pergi anak wanita tua ini? Kenapa tega meninggalkannya sendiri di rumah. Seminggu yang lalu saat wanita tua ini sedang berbincang mesra dengan anak semata wayangnya, mereka melihat seorang pria berbadan tegap dengan badannya dibungkusi oleh kulit harimau, tanpa permisi memasuki rumah mereka. Perbincangan antara ibu dan anak tersebut berhenti sejenak sembari terpaku melihat pria berbada harimau ini. Jejak-jejak kakinya yang kasar membuat mereka berdua curiga, namun mereka hanya bisa diam dan berdoa. Pria itu semakin mendekat hingga bau badan dan rokoknya tercium sembari menaruh sebuah rantang berisi makanan.
“Makanan ini untukmu, Cantik. Tidak lain karena aku sangat menyayangimu, Mbak Kiki. Aku tak mau kamu mati karena kelaparan.”
Sebuah kepulan asap nampak keluar diantara bibir-bibir hitamnya.
Tak tampak sedikit kejanggalan dari pria yang tiba-tiba berbaik hati memberinya makanan. Mereka berdua hanya bisa terpaku diam dan melihat ke arah pria yang berjalan membelakanginya. Sesampainya pria itu di depan pagar, mereka berdua pergi meninggalkan rantang makanan itu sendiri, dan berharap makanan itu ditelan oleh gelapnya malam.
Seesok paginya anak semata wayangnya itu menghilang bersama rantang makanan yang didoakan ditelan gelapnya malam.
 “Apa benar Kiki juga ditelan gelapnya malam?” tanya wanita tua kepada dirinya sendiri.
Banyak orang beranggapan bahwa anak durhaka itu sengaja tidak mau membagi makanan kepada ibunya, sehingga anak durhaka itu pergi untuk sementara hingga makanannya habis. Namun, tidak demikian dengan prasangka ibunya, yang sangat yakin bahwa anak semata wayangnya pergi untuk mengantarkan rantangnya kepada pria semalam.
“Kasihan wanita itu ya Mi!” prihatin Dendi yang sedari tadi hanya terpaku melihat kemalangan wanita tua itu.
“Memangnya wanita itu kenapa Abi?” tanya istrinya penasaran.
“Wanita tua itu kehilangan anaknya yang masih hamil, yang ditemukan meninggal dengan mulut berbusa. Abi curiga ada yang sengaja meracuninya, Mi!”
            Hush, Abi jangan suudzon seperti itu, tidak baik. Siapa tahu ia memang keracunan, tapi bukan karena unsur kesengajaan suatu orang,” kilah Nona istrinya.
            Tiba-tiba muncul seorang pria berbadan gempal yang tak tahu dari mana arah datangnya, tiba-tiba saja ada di belakang suami istri ini dan ikut berkomentar.
“Bukan itu saja yang membuat saya tidak habis piker, Pak. Setelah kijang yang sedang mengandung itu, kemarin seekor Komodo juga mati hampir dengan modus yang sama. Mungkinkah itu karena faktor kecerobohan hewan tersebut,  ataukah ada orang di balik semua ini yang menginginkan satwa ini mati?”
“Tapi saya lebih curiga bahwa ada orang di balik semua ini, yang sengaja meracuni kijang yang sedang hamil ini. Apa mereka tidak kasihan dengan keluarga kijang yang ditinggalkan, hingga ibu kijang tidak mau makan,” jawab Dendi.
“Iya itulah yang terjadi, Pak, jika harta sudah diletakkan di hati.”
Pria gempal itu pergi dan menghilang ditelan oleh ramainya pengunjung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar