Blogger Widgets

Jumat, 12 Desember 2014

Cerpen Tanaman Tanpa Buah Karya: Adeliagitta (siswi kelas 5C SD Roudhotul Jannah, Pepelegi,Sidoarjo)

Tanaman Tanpa Buah
Karya: Adeliagitta (siswi kelas 5C SD Roudhotul Jannah, Pepelegi,Sidoarjo)
Pada pukul 5 pagi, aku harus sudah siap untuk bekerja. Cita-citaku adalah petani.Di dekat rumahku, aku memiliki lahan yang luas. Aku sempat berpikir untuk mengganti cita-cita. Tetapi aku bingung harus berganti apa. Hmm... sambil mencari kesibukan, aku pergi ke hutan dengan bersepeda.
Di tengah jalan, aku berpapasan dengan Mbak Uri. Dia adalah salah seorang kakakku yang baik hati.
“Kakak sedang apa?” tanyaku.
“Ini sepertinya ada biji yang tersebar disini,” ucap Mbak Uri.
Aku memandang ke arah yang ditunjuk oleh Mbak Uri sambil mencoba menebak apa yang akan dilakukannya terhadap biji-biji itu.
“Bintang, apa kamu mau membantuku untuk mengambil biji-biji ini, nanti akan kita tanam di halaman rumah,” ajak Mbak Uri.
“Oke,” sahutku.
Aku membantu Mbak Uri. Sesampainya di rumah, aku dan Mbak Uri langsung menanam biji-biji itu di dalam tanah. Setiap hari aku memberinya air, pupuk, bahkan yang paling aneh aku sering memandanginya hingga melotot.
Suatu hari, desa yang kutempati mengalami kekeringan. Semua lahan mati, tumbuhan di jalan-jalan layu. Aku pun bersedih. Meski begitu, kasih sayangku terhadap tumbuhan yang kutanam bersama Mbak Uri tidak ikut rontok. Tetapi, aku makin lama makin putus asa. Tumbuhan itu tidak mau tumbuh.
“Sudah tidak ada harapan lagi. Seluruh tumbuhan di desa kita akan mati kekeringan,” ucap Pak RT. Mendengar itu, aku langsung pulang.
Aku penasaran dengan tumbuhan yang kutanam itu. Akhirnya aku melakukan penggalian. Mbak Uri ikut membantu. Setelah kucangkul sepenuh tenaga, aku sangat terkejut. Ternyata tumbuhan itu berbuah di dalam tanah.
“Aku mau cicipi. Mungkin rasanya enak,” ujar Mbak Uri saat melihat tanamanku tumbuh subur di dalam tanah.
“Wah, benar. Rasanya enak sekali!” seru Mbak Uri kegirangan. Aku senang mendengarnya. Tak lama kemudian, Pak RT datang bersama para warga. Rupanya kabar tentang berbuahnya tanamanku itu menyebar dengan cepat.
“Bintang, ini adalah makanan terlezat yang pernah Bapak makan,” puji Pak RT.
Aku senang. Desaku hijau lagi. Dan yang tak kalah penting, aku bertekad tidak akan mengubah cita-citaku. Ya, menjadi petani, itulah cita-citaku.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar