Blogger Widgets

Sabtu, 04 Januari 2014

Meniti Jalan Kehidupan (Bagian Kedua)

Oleh : Nisma Abdurrahman
Sekolah : SMA AL Hikmah Surabaya
(Juara 1 Lomba Esai di SMA 2 Surabaya, diseleksi oleh perwakilan FAM Surabaya sebagai juri)



Perhatikan ketika Allah yang menjamin untuk menjaga agama Islam, Nampak bahwa segala upaya yang ditempuh oleh para musuh, Allah mentahkan. Lebih jauh dari itu, jumlah pemeluknya justru semakin bertambah dari masa ke masa. Ini adalah fakta yang membuktikan bahwa manusia cerdas masa depan pasti akan kembali kepada islam. Mereka tidak akan pernah menerima agama yang tidak otentik dan tidak sesuai dengan fitrahnya. Mereka pasti akan segera mengkritisi berbagai penyimpangan yang terdapat dalam ajaran-ajaran agama tersebut. Islam adalah agama yang sangat menghargai kemanusiaan. Oleh karena itu dalam Islam, setiap perilaku yang tidak manusiawi harus diperangi.  Dalam Islam tidak ada pembedaan antara sesama muslim hanya karena perbedaan kulit atau ras. Pun tidak ada perbedaan antara laki-laki atau perempuan, semua muslim adalah sama sederajat seperti barisan gigi sisir. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Hanya, kualitas ketaqwaan yang membedakan diantara mereka. Artinya siapa yang paling tinggi derajat ketaqwaannya, dialah yang paling tinggi derajatnya disisi Allah.

Dalam beribadah pun, Islam melarang cara-cara beribadah yang tidak manusiawi. Rasullullah SAW pernah suatu saat menegur tiga orang sahabatnya yang masing-masing ingin melakukan ibadah dengan cara yang tidak manusiawi. Yang pertama ingin menegakkan shalat malam dan tidak tidur, orang kedua ingin berpuasa dan tidak berbuka dan yang ketiga tidak ingin menikah. Lalu Rasullullah Saw dalam tegurannya tersebut menyampaikan:

“Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku juga tidur dan menikah. Maka barangsiapa menolak sunnahku bukan termasuk golonganku.”
(HR. Ahmad)

Ini menunjukan bahwa Rasullullah SAW memberikan contoh yang manusiawi dalam beribadah. Dengan kata lain seperti yang dikatakan Imam An nawawi al iqtishaad fil ibadah artinya tidak terlalu menyepelekan dan tidak terlalu menyiksa diri diluar batas kemanusiaannya.

Terbukti memang bahwa manusia yang hidup tanpa tuntunan Islam, benar-benar hidup dalam kebingungan. Disebutkan dalam buku karangan Syeikh Abul Hasan An Nadwi, seorang pemikir muslim dari India bahwa pada zaman jahiliah –sebelum datangnya islam- kaum wanita didzalimi. Mereka tidak mendapatkan hak-hak kemanusiannya sama sekali. Tidak sedikit dari putri mereka yang dibunuh hidup-hidup. Jauh sebelum itu di Ramawi pada abad ke VI masehi manusia sungguh terpuruk dalam nafsu kebinatangan. Tontonan paling yang paling menyeramkan pada waktu itu adalah pertarungan yang berdarah-darah dan bahkan tidak sedikit yang harus melayangkan nyawanya. Para gladiator diadu dengan sesama mereka, atau mereka dipaksa harus bertarung melawan binatang buas seperti singa dan lain sebagainya. Suatu pertarungan yang menunjukkan tingkat kejamnya manusia terhadap kemanusiaannya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu benar-benar tidak ada harganya sama sekali.

Di dalam Islam, manusia menemukan dirinya benar-benar diperlakukan secara seimbang. Seimbang antara fisik dan rohani. Artinya tidak seperi agama lain yang cenderung meletakkan manusia sebagai makhluk rohani saja, sehingga ia dilarang memenuhi kebutuhan fisiknya, seperti tidak boleh menikah dan lain sebagainya. Sebagian yang lain cenderung menyikapi manusia sebagai makhluk fisik saja. Sehingga mereka diajarkan untuk menyembah materi, bukan menyembah Allah yang ghaib,Tuhan mereka divisualisasikan menjadi patung. Hidup mereka bergelimang materi tanpa ada unsur rohaninya sama sekali. Islam tidak demikian, Islam meletakkan manusia sebagai makhluk fisik dan rohani sekaligus. Tidak ada dalam Islam, hak kemanusiaan yang digerogoti. Semuanya, baik fisik maupun rohani dipenuhi secara seimbang.

Islam juga mengajarkan bahwa semua manusia diciptakan bukan untuk didunia saja melainkan juga di akhirat. Bahkan tujuan hidup manusia sebenarnya untuk akhirat. Konsep keseimbangan ini tentu saja sangat berbeda dengan konsep matrealisme yang hanya mengajarkan manusia menjadi makhluk matrealistis. Sebab matrealisme hanya membuat manusia menjadi seperti komoditi yang diperjual belikan, atau seperti mesin yang dipaksa harus bekerja siang dan malam tanpa ada kesempatan untuk ibadah dan berdzikir. Secara rohani, ia pasti akan mengalami kekeringan. Akibatnya ia akan menderita tidak hanya di dunia melainkan lebih dari itu di akhirat. Allah berfirman :

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”
(Al-A’la 16-17)

Disini nampak bahwa mengutamakan dunia saja adalah langkah yang salah, melainkan harus keduanya dipersiapkan secara seimbang. Seluruh yang telah disebutkan diatas, menjadi bukti nyata bahwa Islam adalah agama masa depan. Sampai kapanpun manusia tetap akan membutuhkannya. Sebab ia adalah way of life, dan suara fitrahnya. Dengan islam manusia akan memperlakukan dirinya sebagai manusia. Dan disaat yang sama ia akan bisa menjalani hidupnya secara seimbang di muka bumi. Lebih-lebih Allah dan Rasul-Nya telah menjanjikan bahwa islam dan umatnya akan menang. Dan Allah tidak akan pernah mengingkari janji-Nya.

“Sesungguhnya Allah tidak pernah menyalahi janji.”
(Ali-Imran 9)

Sungguh aneh orang-orang yang menangisi jasad yang telah mati akan tetapi mereka tidak menangisi hati yang telah mati, padahal matinya hati lebih menyedihkan dari pada matinya jasad. Mereka mencari obat paling mujarab kemanapun dan kapanpun untuk penyakit jasad, akan tetapi tidak peduli sama sekali terhadap hati yang sakit, padahal penyakit hati lebih menakutkan. Dengan meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar sebenarnya mereka telah mengabaikan obat penyakit hati. Mereka sangat khawatir akan menyebarnya penyakit jasad, melakukan segala usaha preventif, sangat berhati-hati menghadapinya, mengeluarkan segala daya upaya dan harta untuk mencegahnya, akan tetapi mereka melalaikan kesiapsiagapan untuk menghadapi penyakit hati kecuali orang-orang yang mendapatkan hidayah dari Allah Ta’ala. Bahkan mereka mengejek orang-orang yang berusaha mencegah penyebaran peyakit hati, mereka berusaha untuk merusak semua sarananya, mereka menganggap orang-orang ini sebagai kelompok terbelakang, primitive dan tidak mengikuti trend. Sesungguhnya penyakit fisik hanya memberikan efek kepada orang itu saja, atau jika menular ia tidak akan menular kecuali kepada segelintir orang saja, akan tetapi penyakit hati akan menyebar kepada seluruh umat, menyebabkan akibat yang ujungnya sangat buruk.

Ketaatan kepada Allah Ta’ala merupakan satu keniscayaan untuk menjaga kelangsungan hidup mati seorang hamba. Seperti keharusan tersedianya makanan dan minuman untuk menjaga kelangsungan hidup tubuh seseorang. Kemaksiatan adalah makanan beracun yang dapat merusak hati. Bagaimana makanan busuk merusak tubuh bahkan bisa membunuhnya. Seseorang yang selalu berusaha menjaga kehidupannya dengan memenuhi kebutuhan badan (fisik)nya dengan makan secara teratur, maka jika suatu saat ia memasukkan makanan yang mengandung racun atau makanan basi dalam tubuhnya maka hal itu dapat membunuhnya. Sesungguhnya kehidupan hati harus mendapatkan perhatian lebih dari hal diatas, maka jika kita melakukan satu dosa selayaknya kita segera mensterilkan hati kita dari dosa ini dengan bertaubat dan menyesal. Hal ini jangan disalahartikan bahwa kita tidak perlu memperhatikan kesehatan fisik, sehingga ketika fisik sakit tidak perlu berobat, sekali lagi tidak. Pesan yang ingin saya sampaikan ialah bahwa sebagaimana kita memperhatikan penyembuhan dan pengobatan penyakit fisik hendaklah kita memperhatikan pengobatan hati dalam kadar yang sama.

Karena sesungguhnya jika seseorang meninggal dunia karena penyakit fisik yang ia hadapi dengan sabar dan selalu berharap kepada Allah Ta’ala, insya Allah balasannya adalah surga.
Akan tetapi orang yang meninggal dalam keadaan hatinya sakit yang belum pernah ia obati dengan taubat, penyesalan dan kemauan kuat untuk meninggalkan kemaksiatan tersebut, mereka itulah orang-orang yang hatinya mati sebelum fisiknya mati, sesungguhnya nasib merekalah yang harus kita khawatirkan.
Apakah mereka tidak ingin menghadap Tuhan-nya dengan hati yang sehat (bersih) sehingga mereka bisa meraih surga? Allah Ta’ala berfirman,

“(yaitu) di harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
(QS. As-Syu’ara: 88-89)

Sungguh tidak ada yang selamat pada hari kiamat kecuali mereka yang menghadap Tuhan-nya dengan hati yang bersih. Jika kehidupan seseorang yang terbebas dari segala penyakit fisik mengantarkannya untuk menikmati hidup yang aman dari segala penyakit, maka sesungguhnya kesehatan hati akan mengantarkan seseorang menuju kehidupan yang bahagia di dunia dan kebahagiaan tak terbatas di akhirat.
Rasululla h Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Bukankan di dalam hati ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh tersebut, akan tetapi jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh tersebut, ketauilah ia adalah qolbu (hati).”
(HR. Bukhari (1/162) (52), Muslim (3/988) (1599)­)

Hendaklah sebagai muslim, kita merawat hati agar selalu terhindar dari segala dosa, selalu mencintai makanan-makanan bergizi berupa ketaatan, selalu membencisegala macam makanan yang terkontaminasi oleh kemaksiatan, seandainya hatimu terkena imbas dari penyakit ini maka bersegeralah untuk mengobatinya dengan taubat dan penyesalan.

Tetapi semua ini tidak bisa dicapai dengan hanya mengkhayal. Islam adalah pedoman hidup, yang harus diamalkan. Umat islam harus bergerak untuk mengamalkannya tidak hanya dipojok-pojok masjid, melainkan harus merambah ke daratan kehidupan nyata dengan segala dimensinya; politik, social, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Inilah islam yang diyakini Rasullullah Saw dan sahabat-sahabatnya. Perhatikan mereka tidak hanya duduk beribadah di masjid, melainkan terus bergerak menyebarkan dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata, secara integral. Dan dengan upaya integral inilah, islam dan umatnya benar-benar mampu menaklukan dua kekuatan super power pada masanya; Romawi dan Persia.  Tidak ada pilihan lain bagi seorang hamba kecuali melanjutkan pencarian dan memperkokoh keyakinan. Karena bangun dari kelalaian merupakan langkah awal dari sebuah perjalanan menuju Shiratal Mustaqim. Jalan yang telah ditempuh oleh para nabi dan rasul, orang – orang shiddiq, syuhada dan orang – orang yang shalih. Itu pula yang telah dilalui Rasulullah dan para sahabat nya .
Allah Ta’ala berada di balik setiap kehendak, dan semoga Allah Ta’ala melimpahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam beserta keluarga dan para sahabatnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar