Oleh : Nisma Abdurrahman
Sekolah : SMA AL Hikmah Surabaya
(Juara 1 Lomba Esai di SMA 2 Surabaya, diseleksi oleh perwakilan FAM Surabaya sebagai juri)
(Link bagian pertama : http://famsurabaya.blogspot.com/2013/12/meniti-jalan-kehidupan-bagian-pertama.html)
Perhatikan ketika Allah yang menjamin untuk
menjaga agama Islam, Nampak bahwa segala upaya yang ditempuh oleh para musuh,
Allah mentahkan. Lebih jauh dari itu, jumlah pemeluknya justru semakin
bertambah dari masa ke masa. Ini adalah fakta yang membuktikan bahwa manusia
cerdas masa depan pasti akan kembali kepada islam. Mereka tidak akan pernah
menerima agama yang tidak otentik dan tidak sesuai dengan fitrahnya. Mereka
pasti akan segera mengkritisi berbagai penyimpangan yang terdapat dalam
ajaran-ajaran agama tersebut. Islam adalah agama yang sangat menghargai
kemanusiaan. Oleh karena itu dalam Islam, setiap perilaku yang tidak manusiawi
harus diperangi. Dalam Islam tidak ada
pembedaan antara sesama muslim hanya karena perbedaan kulit atau ras. Pun tidak
ada perbedaan antara laki-laki atau perempuan, semua muslim adalah sama
sederajat seperti barisan gigi sisir. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.
Hanya, kualitas ketaqwaan yang membedakan diantara mereka. Artinya siapa yang
paling tinggi derajat ketaqwaannya, dialah yang paling tinggi derajatnya disisi
Allah.
Dalam beribadah pun, Islam melarang cara-cara
beribadah yang tidak manusiawi. Rasullullah SAW pernah suatu saat menegur tiga
orang sahabatnya yang masing-masing ingin melakukan ibadah dengan cara yang
tidak manusiawi. Yang pertama ingin menegakkan shalat malam dan tidak tidur,
orang kedua ingin berpuasa dan tidak berbuka dan yang ketiga tidak ingin
menikah. Lalu Rasullullah Saw dalam tegurannya tersebut menyampaikan:
“Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku
juga tidur dan menikah. Maka barangsiapa menolak sunnahku bukan termasuk
golonganku.”
(HR. Ahmad)
Ini menunjukan bahwa Rasullullah SAW
memberikan contoh yang manusiawi dalam beribadah. Dengan kata lain seperti yang
dikatakan Imam An nawawi al iqtishaad fil ibadah artinya tidak terlalu
menyepelekan dan tidak terlalu menyiksa diri diluar batas kemanusiaannya.
Terbukti memang bahwa manusia yang hidup tanpa
tuntunan Islam, benar-benar hidup dalam kebingungan. Disebutkan dalam buku karangan
Syeikh Abul Hasan An Nadwi, seorang pemikir muslim dari India bahwa pada zaman
jahiliah –sebelum datangnya islam- kaum wanita didzalimi. Mereka tidak
mendapatkan hak-hak kemanusiannya sama sekali. Tidak sedikit dari putri mereka
yang dibunuh hidup-hidup. Jauh sebelum itu di Ramawi pada abad ke VI masehi
manusia sungguh terpuruk dalam nafsu kebinatangan. Tontonan paling yang paling
menyeramkan pada waktu itu adalah pertarungan yang berdarah-darah dan bahkan
tidak sedikit yang harus melayangkan nyawanya. Para gladiator diadu dengan sesama
mereka, atau mereka dipaksa harus bertarung melawan binatang buas seperti singa
dan lain sebagainya. Suatu pertarungan yang menunjukkan tingkat kejamnya
manusia terhadap kemanusiaannya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa manusia pada
zaman itu benar-benar tidak ada harganya sama sekali.
Di dalam Islam, manusia menemukan dirinya
benar-benar diperlakukan secara seimbang. Seimbang antara fisik dan rohani.
Artinya tidak seperi agama lain yang cenderung meletakkan manusia sebagai
makhluk rohani saja, sehingga ia dilarang memenuhi kebutuhan fisiknya, seperti
tidak boleh menikah dan lain sebagainya. Sebagian yang lain cenderung menyikapi
manusia sebagai makhluk fisik saja. Sehingga mereka diajarkan untuk menyembah
materi, bukan menyembah Allah yang ghaib,Tuhan mereka divisualisasikan
menjadi patung. Hidup mereka bergelimang materi tanpa ada unsur rohaninya sama
sekali. Islam tidak demikian, Islam meletakkan manusia sebagai makhluk fisik
dan rohani sekaligus. Tidak ada dalam Islam, hak kemanusiaan yang digerogoti.
Semuanya, baik fisik maupun rohani dipenuhi secara seimbang.
Islam juga mengajarkan bahwa semua manusia
diciptakan bukan untuk didunia saja melainkan juga di akhirat. Bahkan tujuan
hidup manusia sebenarnya untuk akhirat. Konsep keseimbangan ini tentu saja
sangat berbeda dengan konsep matrealisme yang hanya mengajarkan manusia menjadi
makhluk matrealistis. Sebab matrealisme hanya membuat manusia menjadi seperti
komoditi yang diperjual belikan, atau seperti mesin yang dipaksa harus bekerja
siang dan malam tanpa ada kesempatan untuk ibadah dan berdzikir. Secara rohani,
ia pasti akan mengalami kekeringan. Akibatnya ia akan menderita tidak hanya di
dunia melainkan lebih dari itu di akhirat. Allah berfirman :
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal.”
(Al-A’la 16-17)
Disini nampak bahwa mengutamakan dunia saja
adalah langkah yang salah, melainkan harus keduanya dipersiapkan secara
seimbang. Seluruh yang telah disebutkan diatas, menjadi bukti nyata bahwa Islam
adalah agama masa depan. Sampai kapanpun manusia tetap akan membutuhkannya.
Sebab ia adalah way of life, dan suara fitrahnya. Dengan islam manusia
akan memperlakukan dirinya sebagai manusia. Dan disaat yang sama ia akan bisa
menjalani hidupnya secara seimbang di muka bumi. Lebih-lebih Allah dan
Rasul-Nya telah menjanjikan bahwa islam dan umatnya akan menang. Dan Allah
tidak akan pernah mengingkari janji-Nya.
“Sesungguhnya Allah tidak pernah menyalahi
janji.”
(Ali-Imran 9)
Sungguh aneh orang-orang yang menangisi jasad
yang telah mati akan tetapi mereka tidak menangisi hati yang telah mati,
padahal matinya hati lebih menyedihkan dari pada matinya jasad. Mereka mencari
obat paling mujarab kemanapun dan kapanpun untuk penyakit jasad, akan tetapi
tidak peduli sama sekali terhadap hati yang sakit, padahal penyakit hati lebih
menakutkan. Dengan meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar sebenarnya mereka
telah mengabaikan obat penyakit hati. Mereka sangat khawatir akan menyebarnya
penyakit jasad, melakukan segala usaha preventif, sangat berhati-hati
menghadapinya, mengeluarkan segala daya upaya dan harta untuk mencegahnya, akan
tetapi mereka melalaikan kesiapsiagapan untuk menghadapi penyakit hati kecuali
orang-orang yang mendapatkan hidayah dari Allah Ta’ala. Bahkan mereka
mengejek orang-orang yang berusaha mencegah penyebaran peyakit hati, mereka
berusaha untuk merusak semua sarananya, mereka menganggap orang-orang ini
sebagai kelompok terbelakang, primitive dan tidak mengikuti trend. Sesungguhnya
penyakit fisik hanya memberikan efek kepada orang itu saja, atau jika menular
ia tidak akan menular kecuali kepada segelintir orang saja, akan tetapi
penyakit hati akan menyebar kepada seluruh umat, menyebabkan akibat yang
ujungnya sangat buruk.
Ketaatan kepada Allah Ta’ala merupakan
satu keniscayaan untuk menjaga kelangsungan hidup mati seorang hamba. Seperti
keharusan tersedianya makanan dan minuman untuk menjaga kelangsungan hidup
tubuh seseorang. Kemaksiatan adalah makanan beracun yang dapat merusak hati.
Bagaimana makanan busuk merusak tubuh bahkan bisa membunuhnya. Seseorang yang
selalu berusaha menjaga kehidupannya dengan memenuhi kebutuhan badan (fisik)nya
dengan makan secara teratur, maka jika suatu saat ia memasukkan makanan yang
mengandung racun atau makanan basi dalam tubuhnya maka hal itu dapat
membunuhnya. Sesungguhnya kehidupan hati harus mendapatkan perhatian lebih dari
hal diatas, maka jika kita melakukan satu dosa selayaknya kita segera
mensterilkan hati kita dari dosa ini dengan bertaubat dan menyesal. Hal ini
jangan disalahartikan bahwa kita tidak perlu memperhatikan kesehatan fisik,
sehingga ketika fisik sakit tidak perlu berobat, sekali lagi tidak. Pesan yang
ingin saya sampaikan ialah bahwa sebagaimana kita memperhatikan penyembuhan dan
pengobatan penyakit fisik hendaklah kita memperhatikan pengobatan hati dalam
kadar yang sama.
Karena sesungguhnya jika seseorang meninggal
dunia karena penyakit fisik yang ia hadapi dengan sabar dan selalu berharap
kepada Allah Ta’ala, insya Allah balasannya adalah surga.
Akan tetapi orang yang meninggal dalam keadaan
hatinya sakit yang belum pernah ia obati dengan taubat, penyesalan dan kemauan
kuat untuk meninggalkan kemaksiatan tersebut, mereka itulah orang-orang yang
hatinya mati sebelum fisiknya mati, sesungguhnya nasib merekalah yang harus
kita khawatirkan.
Apakah mereka tidak ingin menghadap Tuhan-nya
dengan hati yang sehat (bersih) sehingga mereka bisa meraih surga? Allah Ta’ala
berfirman,
“(yaitu) di harta dan anak-anak laki-laki
tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih.”
(QS. As-Syu’ara: 88-89)
Sungguh tidak ada yang selamat pada hari
kiamat kecuali mereka yang menghadap Tuhan-nya dengan hati yang bersih. Jika
kehidupan seseorang yang terbebas dari segala penyakit fisik mengantarkannya
untuk menikmati hidup yang aman dari segala penyakit, maka sesungguhnya
kesehatan hati akan mengantarkan seseorang menuju kehidupan yang bahagia di
dunia dan kebahagiaan tak terbatas di akhirat.
Rasululla h Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Bukankan di dalam hati ada segumpal daging,
jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh tersebut, akan tetapi jika ia rusak
maka rusaklah seluruh tubuh tersebut, ketauilah ia adalah qolbu (hati).”
(HR. Bukhari
(1/162) (52), Muslim (3/988) (1599))
Hendaklah sebagai muslim, kita merawat hati
agar selalu terhindar dari segala dosa, selalu mencintai makanan-makanan
bergizi berupa ketaatan, selalu membencisegala macam makanan yang
terkontaminasi oleh kemaksiatan, seandainya hatimu terkena imbas dari penyakit
ini maka bersegeralah untuk mengobatinya dengan taubat dan penyesalan.
Tetapi semua ini tidak bisa dicapai dengan
hanya mengkhayal. Islam adalah pedoman hidup, yang harus diamalkan. Umat islam
harus bergerak untuk mengamalkannya tidak hanya dipojok-pojok masjid, melainkan
harus merambah ke daratan kehidupan nyata dengan segala dimensinya; politik,
social, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Inilah islam yang diyakini
Rasullullah Saw dan sahabat-sahabatnya. Perhatikan mereka tidak hanya duduk
beribadah di masjid, melainkan terus bergerak menyebarkan dan merealisasikannya
dalam kehidupan nyata, secara integral. Dan dengan upaya integral inilah, islam
dan umatnya benar-benar mampu menaklukan dua kekuatan super power pada masanya;
Romawi dan Persia. Tidak ada pilihan lain bagi seorang
hamba kecuali melanjutkan pencarian dan memperkokoh keyakinan. Karena bangun
dari kelalaian merupakan langkah awal dari sebuah perjalanan menuju Shiratal
Mustaqim. Jalan yang telah ditempuh oleh para nabi dan rasul, orang – orang shiddiq,
syuhada dan orang – orang yang shalih. Itu pula yang telah dilalui Rasulullah
dan para sahabat nya .
Allah Ta’ala berada di balik setiap kehendak,
dan semoga Allah Ta’ala melimpahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar